Travel Writing : Menilik Bekas Kolonial Belanda di Desa Ngringinan
Pada tanggal 10 Maret lalu, saya dan satu angkatan
pergi ke Desa Ngringinan untuk kuliah lapangan, ngga cuman jalan – jalan
aja pastinya, kami disuruh melakukan penelitian tentang potensi lain yang bisa
dikembangin di desa wisata tersebut sama buat bahan penulisan blog.
Berbekal gugel maps, kami menuju Desa
Wisata Ngringinan yang berada di Desa Palbapang, Kecamatan Bantul, Kabupaten
Bantul. Secara geografis terletak di pinggir jalur jalan raya Yogyakarta –
Pantai Samas. Akses menuju desa wisata inipun sudah mendukung untuk kegiatan
wisata, bisa dilalui kendaraan pribadi seperti motor, dan mobil *saya
sendiri pake motor temen biar hemat uang bensin. Perjalanan kami sekitar
kurang lebih 50 menit setelah menempuh jarak 19km ke arah selatan UGM.
Saat kami memasuki kawasan desa ini, serasa
disambut dengan lahan persawahan yang indah membentang disebelah kanan dan kiri
bahu jalan, kebetulan sekali cuaca juga cerah sehingga mendukung momen ini. Untuk
keindahan alamnya Desa Ngringinan menurut saya, memang masih sangat alami, mungkin
ini salah satu hal yang membuat desa wisata Ngringinan
menjadi desa unggulan di Bantul. *sayang saya ngga sempet foto sawahnya
Setelah kami sampai, kami disambut
bukan sama sawah lagi lho ! sama kepala dukuh, bapak dan ibu pengurus desa
wisata ini *gomen saya lupa namanya. Diberi penjelasan tentang sejarah,
serta kekayaan lain yang dimiliki desa ini seperti bangunan peninggalan Belanda
yang dijadikan rumah museum, home industry, kerajinan, wisata alam, wisata budaya,
kekayaan kesenian, homestay, cagar budaya dan wisata religi. *btw rumah
museum itu juga jadi tempat kami seangkatan kumpul dan makan siang, kek aula
gitu sampingnya.
Rumah museum itu menurut cerita bapaknya, sudah
ada sejak masa Belanda dan menyimpan beberapa peninggalan Belanda seperti,
foto, serta film dokumenter di akhir tahun 1800-an dan di awal tahun 1900-an berlokasi
Bantul dan sekitarnya. Foto yang
menggambarkan Stasiun Kereta Palbapang di masa lampau yang menjadi pusat
pertemuan kereta dari barat (Pabrik Gula Sewugalur), selatan (Pabrik Gula
Gondanglipuro Ganjuran-Dawetan- Pabrik Gula Pundong), dan ke utara (Stasiun
Bantul – Stasiun Tugu Jogjakarta) juga ada.
Di Kawasan Ganjuran, tidak jauh dari Desa
Ngringinan terdapat rumah sakit yang merupakan cikal bakal RS. Panti Rapih dan bangunan Gereja tertua di Kabupaten Bantul. Dari rumah
museum ke komplek gereja, kami menggunakan motor dan menempuh perjalanan sekitar
7 menit. Sesampainya di sana, di depan parkiran motor terdapat penjual berbagai
macam aksesoris salib dan rosario dengan harga terjangkau. Kalung rosario
sendiri dibandrol seharga Rp. 15.000 salah satunya terbuat dari batu yang sudah
diasah sehingga mengkilap, harganya juga
masih bisa ditawar tapi no afgan
Gedung gereja dibuat dengan
gaya joglo dan dihiasi dengan ukiran gaya Jawa yang menutupi 600 meter persegi. Ini termasuk ukiran nanas dari kayu serta ukiran berbentuk jajar genjang yang disebut wajikan. Altarnya dihiasi
dengan malaikat yang berbusana layaknya tokoh wayang orang. *sumber wiki, karena saya udah
ngga fokus dengerin bapaknya, jam makan siang coy
Dan ini bapak pemandu perjalanan kami...
Di komplek gereja juga ada candi lho..
Uniknya disisi candi utama, terdapat relief bercerita tentang kehidupan Yesus Kristus
Selain objek atraksi diatas, wisatawan juga bisa
melihat atraksi lain seperti proses pembuatan makanan oleh-oleh khas Bantul,
madumongso di rumah museum ini. Proses pembuatan diawali
dengan pembuatan tape ketan sebagai bahan utama makanan. Rangkaian perjalanan ini
sudah disatukan untuk memudahkan wisatawan dengan paket wisata dengan rentan
waktu berbeda – beda. Untuk lebih jelasnya, bisa komen atau DM instagram saya
@lauracitras buat tanya –tanya tentang paket wisatanya, follow dulu ok..
Sekian..
Comments
Post a Comment