Warak Ngendog, Tradisi Menyambut Bulan Ramadhan


Ada sebuah tradisi unik yang digelar di Kota Semarang untuk menyambut datangnya Bulan Ramadan. Karena khas dan telah berlangsung puluhan tahun, tradisi ini tentunya juga dinantikan para wisatawan yang ingin wisata ke Semarang untuk melihat langsung Dugderan yang hanya ada di Kota Lumpia ini. Rute yang biasa dilewati karnaval ini dari Balai Kota Semarang Jalan Pemuda Masjid Agung Semarang Jalan Kartini Jalan Jolotundo Masjid Agung Jawa Tengah.
Kata Dugder, berasal dari perpaduan bunyi dugdug, dan bunyi meriam yang mengikuti kemudian diasumsikan dengan derr. Sejarah Dugderan sendiri tidak lepas dari keinginan pemerintah pada masa itu untuk menyatukan berbagai perbedaan pendapat penentuan dimulainya bulan Ramadan. Adalah Pemerintah Kanjeng Bupati RMTA Purbaningrat yang memulainya pada tahun 1881. Sebagai penanda dimulainya bulan Ramadan pada waktu itu Kanjeng Bupati RMTA Purbaningrat menggelar acara penabuhan Bedug Masjid Agung dan membunyikan Meriam di halaman Kabupaten, masing-masing dibunyikan tiga kali. Sebelum membunyikan bedug dan meriam tersebut, diadakan upacara di halaman Kabupaten.
Pada perayaan tradisi Dugderan, kita bisa melihat beberapa percampuran budaya yang ada di Semarang. Perpaduan budaya ini bisa disaksikan pada Warak Endog, yaitu sebuah boneka binatang raksasa mitologis yang digambarkan sebagai simbol atau perwakilan akulturasi budaya dari keragaman etnis yang ada di Semarang.Konon ciri khas bentuk yang lurus dari Warak Ngendog ini mengandung arti filosofis mendalam. Dipercayai bentuk lurus itu menggambarkan citra warga Semarang yang terbuka lurus dan berbicara apa adanya. Tak ada perbedaan antara ungkapan hati dengan ungkapan lisan. Warak ngendog berwujud makhluk berkaki empat, menyerupai macan/singa tetapi langsing. Tubuhnya diberi kertas berwarna-warni dan pada kakinya diberi roda supaya dapat ditarik.Bagian-bagian tubuhnya tediri kepalanya menyerupai kepala naga khas kebudayaan dari etnis Cina, tubuhnya berbentuk layaknya buraq khas kebudayaan dari etnis Arab dan keempat kakinya menyerupai kaki kambing khas kebudayaan dari etnis Jawa.
Kata Warak sendiri berasal dari bahasa arab Wara’I yang berarti suci. Dan Endog (telur) disimbolkan sebagai hasil pahala yang diperoleh seseorang setelah sebelumnya menjalani proses suci. Secara harfiah, Warak Ngendog bisa diartikan sebagai siapa saja yang menjaga kesucian di Bulan Ramadan, kelak di akhir bulan akan mendapatkan pahala di hari lebaran.Karena tradisi ini hanya dilakukan dan dapat disaksikan satu tahun sekali menyebabkan masyarakat wisatawan atau lokal berbondong - bondong menuju satu titik yang berakibat jalanan disekitar acara ini macet panjang, bukan hanya itu saja, sering terjadi pencopetan disaat masyarakat dan wisatawan antusias menyaksikan tradisi ini.
Sumber Data


Comments

Popular posts from this blog

Kesenian Indonesia : Wayang Antareja dan Sifat Saya

Proses Pergeseran Benua

Gambang Semarang